Hidup Kita Sendiri Pun Cukup

Mungkin kita butuh sesuatu untuk disalahkan dan menjadikan takdir sebagai sasaran empuk untuk melampiaskannya

Manusia selalu punya hasrat untuk meraih atau mencapai sesuatu. Tidak ada yang salah memang, karena begitulah hukum alam, naluri bawaan kita sejak lahir. Realitanya, banyak orang yang berlari bahkan jatuh-bangun mengejar sesuatu, yang herannya untuk menandingi orang lain. Kita mungkin sering melihat bahwa anak tetangga sudah bekerja di perusahaan multinasional, sedangkan kita lulus kuliah pun belum. Teman kita ada yang sedang menempuh pendidikan di jenjang lebih tinggi, sedangkan kita masih terombang-ambing bersaing dengan ribuan pencari kerja. Sepupu kita mungkin sedang berbulan madu, sementara kita masih saja lembur di malam minggu karena tidak ada yang bisa lembur selain jomblo. Seseorang yang kita kenal sudah membagikan foto-foto liburannya di luar negeri, sedangkan kita masih berkutat dengan tekanan kerja di kantor dari pagi sampai sore. What a shit, man! Kalau dipikir hidup benar-benar brengsek terhadap kita.

Mungkin ada yang pernah menanyakan ini, apa bedanya aku dengan mereka? Aku juga bekerja keras, aku juga berjuang, tapi kenapa hidup ku tidak seindah yang mereka miliki? It’s just a fucking boring life I have in my shoes! Mungkin kita butuh sesuatu untuk disalahkan, bisa jadi kita menjadikan takdir sebagai sasaran empuk untuk melampiaskan seluruh beban yang sudah sangat sesak dipendam. Tunggu dulu, kau terlalu berani Kawan! Maksudku, ketika menyalahkan si Pemberi Takdir atas hari-harimu yang menyedihkan, Are you drunk? Hei, Dia bukan lawanmu yang setimpal untuk sekedar kau jadikan kambing hitam, bisa-bisa kau didepak dari dunia ini saat kau benar-benar tak siap sama sekali, mau?

Some people say, you are what you think. And I believe in it, karena melihat dunia dan kehidupan tergantung dari apa yang ada dalam kepala kita. Kita selalu sibuk dengan kehidupan orang lain, membandingkan hidup kita dengan mereka, sementara yang kita lihat hanya sepotong dari kebahagiaan orang lain, sepotong kecil malah. Pernah melihat penyiar berita atau reporter yang tampil sempurna dari kepala hingga dada di layar TV? Bisa jadi pada kenyataannya mereka hanya memakai celana tidur dan sendal jepit di sisa bagian tubuh mereka, atau bahkan belum sikat gigi sama sekali. That's exactly what I wanna say.

C'mon! Hidup tak hanya seukuran diameter lensa kamera. Ada banyak jenis kehidupan di dunia ini yang bisa membuat kita ‘melek’ dan sadar dengan nilai yang lebih besar daripada sekedar “Kenapa aku belum menikah sedangkan dia sudah punya anak dua?” Kembali lagi pada bagaimana kita menggunakan kepala ini dan mengisinya dengan sesuatu yang berguna. I won’t to teach you how to reach the better life or increase the happiness, it’s your responsibility. Bagaimana kalau kita sama-sama berpikir tentang value dari kehidupan kita masing-masing? Aku tau bahwa membandingkan diri dengan orang lain itu mutlak, apalagi di zaman 2.4 GHz ini yang membuat kita semakin insecure tiap kali membuka dan melihat postingan orang lain. Kita tidak bisa mengontrol hidup orang lain untuk tidak melakukan ini dan itu, atau merubah perilaku orang lain dari A menjadi B. No dear, it's not your job!

Otoritas kita adalah diri kita sendiri dan hidup yang kita miliki. Nah, kita yang perlu menata cara kita berpikir dan menilai kehidupan ini. Take everything easier, Man! Menjadi sedikit tidak peduli dan fokus pada tujuan pribadi kadang menguntungkan untuk kesehatan psikologis kita. Apa ini berkaitan dengan ciri kepribadian introvert dan extrovert? Menurutku, ini pilihan walau tipe kepribadian tertentu cenderung lebih diuntungkan untuk melakukannya. 

Pernahkah kita berpikir kalau hidup itu unik dan spesial? Setiap orang punya jalur yang berbeda, track yang berbeda, dan tujuan yang berbeda pula. Kalau kita sudah memiliki jalur dan tantangan sendiri, kenapa masih melihat pada jalur yang lain? Lagi-lagi ini manusiawi. Oke, kalau begitu mari kita jawab saja semua hal dengan dalih 'ini manusiawi'. Berbicara tentang kehidupan ini memang complicated, tidak ada yang mutlak.

Sesuatu yang positif kadang bisa menjadi negatif jika manner-nya salah, bahkan sesuatu yang salah justru menjadi benar pada kondisi tertentu. Hal buruk tidak akan selamanya buruk, yang salah kadang perlu dibela, dan dunia tak hanya hitam-putih, bahkan ada banyak grey area dimana-mana. Begitulah memang hidup, rumit seperti perasaan dan pikiran manusia, tapi kadang begitu mudah seperti kedipan mata. Tinggal temukan saja pola dan kunci yang sesuai.

Melihat pada hidup orang lain, dengan cara tertentu dapat memberikan impact yang baik buat hidup kita sendiri. Coba pikirkan, bahwa kehidupan orang lain dapat menjadi sebuah motivasi untuk mencapai tujuan kita, memberi inspirasi untuk menentukan keinginan kita, menjadi pengingat buat kesalahan kita, atau menjadi pembelajaran untuk hidup kita di masa depan. Setuju? Lagi-lagi ini latihan pikiran untuk menjadi positif terhadap banyak hal.

Semakin kita menjadi negatif terhadap banyak hal, justru kita merasa semakin tertekan, insecure, khawatir, dan kurang bahagia.

Pernah dengar toxic people? Sejenis manusia yang selalu negatif terhadap berbagai hal, mulai dari fisik seseorang, perilaku seseorang, keyakinan seseorang, bahkan mungkin juga terhadap benda-benda mati. What the hell with 'em? Tbh, I have more complains about 'em actually. They spread negative aura wherever they are. Semakin kita menjadi negatif terhadap banyak hal, justru kita merasa semakin tertekan, insecure, khawatir, dan kurang bahagia. Itu yang sebenarnya membuat kita semakin emosional, karena kita tidak bisa menerima orang lain dan lingkungan dengan baik.

Mungkin menjadi manusia yang lebih positif tak ada tolak ukurnya sama sekali dan itu membingungkan kita untuk menemukan batas atau target. Bagaimana jika menjadi versi yang lebih baik dari diri kita yang sekarang? Mengambil nafas sebentar, melambatkan gerak, dan merevisi ulang cara berpikir kita. Ada banyak hal yang bisa kita nikmati dalam hidup ini. Menjalaninya dengan lebih santai, menyenangkan, dan tetap penuh makna. Ketika teman berbagi foto liburan di media sosialnya, kita bisa menjadikan itu sebagai pemacu semangat untuk bekerja lebih rajin agar di akhir pekan nanti juga bisa berlibur. Saat anak tetangga sudah bekerja di perusahaan besar, sedangkan keluarga semakin cerewet karena kita belum juga lulus, pasang saja senyum terbaik karena mahasiswa tanpa pekerjaan lebih afdhol rasanya daripada sarjana tanpa pekerjaan. Cuek sedikitlah, kadang orang-orang berkomentar tanpa memikirkannya sama sekali, kenapa justru kita mau saja dibebani dengan itu.

Orang-orang toxic, penyebar hoax atau netizen julid yang familiar sekali di kepala kita dengan istilah ini adalah orang-orang menyedihkan yang perlu dikasihani, mungkin mereka kurang pengetahuan atau hidup mereka sendirinya sudah cukup berat untuk ditanggung, tidak perlu direspon dengan cara yang kasar pula, kasihan. Pikiran-pikiran sejenis ini terkesan membiarkan suatu kesalahan dan tidak memedulikannya, bukankah itu egois? Pada waktu dan kesempatan tertentu, kita harus memilih untuk menjadi seperti apa. Berpikir seperti itu memang terlihat mudah, tapi tak semudah itu, dan lagi dampaknya juga cukup besar mempengaruhi cara pikir, emosional dan sikap kita selanjutnya.

Hidup orang lain memang luar biasa, tapi kita tak tahu apa yang telah Tuhan ambil darinya kemudian diganti dengan yang ia miliki sekarang

Hidup itu pilihan kita mau dinikmati dengan cara yang bagaimana. Kalau kita bersyukur artinya kita menerima hidup yang kita jalani, menerima semua yang kita miliki dan tidak kita miliki. Hidup yang dimiliki orang lain mungkin terlihat sangat menggiurkan, tapi kita tidak tahu apa yang sudah mereka lalui untuk mendapatkan itu semua, apa yang telah Tuhan ambil darinya kemudian diganti dengan yang ia miliki sekarang, atau apa masalah yang tengah ia hadapi sekarang.

Pernah berpikir alasan kita melakukan sesuatu atau mengejar sesuatu? Apa memang itu muncul dari hati atau karena ingin mengungguli orang lain? Bisa jadi ketika kita berusaha mengungguli orang lain dan setelah hal yang kita kejar itu tercapai, orang tersebut tetap tak pernah menyadari keberadaan kita, tak pernah sadar bahwa kita telah berjuang mengalahkannya. Menyedihkan sekali! Lebih menyedihkan dari cinta bertepuk sebelah tangan. Kita punya hidup sendiri, terserah mau dinikmati dengan cara yang bagaimana. Orang mungkin akan menggonggongi setiap apapun yang kita lakukan, tapi mereka tak akan bertanggungjawab pada konsekuensi yang nantinya akan kita terima. Jadi, buatlah pilihan yang membahagiakan dirimu sendiri. Life is too short to worry about stupid things. 

Comments

Popular posts from this blog

Resensi Tokyo in Love

Instagram Ads: Reach More Your Specific Audience