[Resensi] Tentang Kamu
Kali pertama membaca judul buku ini, saya menebak
bahwa judul itu mewakili isinya yang penuh cerita romantis. Sampai pada 50
halaman pertama, ekspektasi saya berubah, sekitar 85% dari 524 halaman buku ini
menceritakan jejak rekam kehidupan seorang tokoh, tentang Sri Ningsih. Memasuki
halaman 365, saya menganggap bahwa judul buku ini diambil dari judul Bab 24.
Salah satu karakter Tere Liye –atau lebih akrab disapa Bang Tere– yang selalu simple memberi judul bukunya.
Zaman Zulkarnaen, seorang pengacara di firma hukum
Thompson & Co, London, dipercayakan menangani kasus pertamanya sebagai
syarat untuk menduduki kursi senior lawyer di kantor. Sesuai dengan
spesialisasi firma hukum itu, kasus yang ditangani oleh Zaman adalah tentang pembagian harta warisan dengan nominal
sangat besar. Hal itu bukan perkara mudah, karena klien mereka yang baru saja
meninggal tidak memberikan surat wasiat dan sangat low profile. Ini bukan
kisah romantis penuh virus merah jambu, tetapi cerita sejarah yang penuh
petualangan dan sarat akan nilai. Siapa sangka sepucuk surat ditulis tangan
yang masuk ke Thompson & Co beberapa tahun lalu merupakan berkas amat
penting yang dibutuhkan dalam kasus ini. Kasus ini, membawa Zaman pada sebuah petualangan
dan pelajaran hidup.
Tema sentral pada novel ini adalah tentang kegigihan. Bang
Tere menjelaskannya melalui seorang Sri Ningsih dalam menjalani jatuh-bangun
kehidupan dan melalui seorang Zaman Zulkarnaen yang tidak pernah berhenti
berjuang demi sebuah kebenaran hingga batas terakhir. Membaca kisah seorang Sri
Ningsih akan selalu penuh emosi, senang, sedih, kecewa, bahkan kengerian yang
sanggup dituliskan oleh Bang Tere. Bukan terlalu melankolis, tetapi kerasnya
perjuangan Sri Ningsih dalam bersabar, belajar ikhlas, melawan lelah dan
keterbatasan dirinya, sungguh menguras air mata pembaca. Selalu banyak kejutan
yang ditemukan Zaman dari seorang Sri Ningsih, tak pernah disangka sama sekali
bahwa perempuan tua yang meninggal di panti jompo itu sangat pintar walau tak
mengenyam pendidikan tinggi, dan memiliki harta yang sangat sangat sangat besar
nilainya.
Novel ini menggunakan setting cerita mulai dari luar negeri –London dan Paris– hingga
dalam negeri –Surakarta dan Jakarta–, bahkan pula kecil yang mungkin tidak
diketahui oleh orang Indonesia sendiri, Pulau Bungin. Bang Tere begitu lugas
mendeskripsikan setiap lokasi yang ada di cerita ini, bagaimana suasana di
Bulgrave Square, rute-rute bus Cricklewood, kawasan Little India, tata letak
Quay d’Orsay, tata letak kota London dan Paris, keadaan di Pulau Bungin, Tanah
Abang di masa lalu, dan berbagai tempat lainnya. Seolah Ia sedang berada disana
sambil menuliskannya. Kisah hidup Sri Ningsih dititipkan melalui berbagai
peristiwa penting dalam sejarah, perdagangan laut Indonesia masa dulu, pemberontakan
PKI, Malapetaka 15 Januari, krisis ekonomi di Indonesia, juga peristiwa penting
lain. Novel ini penuh riset, sejarah, pengetahuan penting, dan sangat cerdas.
Semua peristiwa-peristiwa bersejarah itu dikemas dengan baik oleh penulis,
sehingga membuat pembaca tidak bosan dan sembari belajar sepanjang
lembar-lembar novel ini.
“Aku ingin sekali punya hati seperti
miliknya. Tidak pernah membenci walau sedebu. Tidak pernah berprasangka buruk
walau setetes ...” (pg. 206)
Sri Ningsih, seorang perempuan tangguh bersahaja, yang
mampu memeluk seluruh kepedihan dalam hidupnya, dan selalu penuh kesederhanaan
walau tiap-tiap yang dilakukannya tidak sesederhana yang kita pikir. Melalui
dia, Bang Tere menitipkan pelajaran tentang hidup ini kepada pembaca, pelajaran
tentang kesabaran, keteguhan hati, cinta, keihklasan, dan kegigihan. Jika ada manusia yang patut disebut “telah
mencicipi asam garam kehidupan” maka Sri Ningsih sangat layak mendapat predikat
itu. Zaman Zulkarnaen adalah kurir yang mengantarkan kisah hidup Sri Ningsih pada
tokoh-tokoh yang hidup pada masa ini. Ketegasan terhadap nilai hidup yang ia
pegang dan yang ia pelajari dari seorang Sri Ningsih, menggambarkan Zaman
sebagai sosok maskulin dan profesional.
Ada banyak tokoh dengan berbagai karakter dalam novel
ini. Sekelompok tokoh-tokoh itu dikemas dengan apik oleh Bang Tere hanya untuk satu
periode tertentu dalam kisah hidup Sri Ningsih, sehingga pembaca lebih mudah
mengingat tokoh-tokoh yang beragam. Itu adalah poin plus untuk Bang Tere. Sri Ningsih tidak pernah kembali pada tempat
dan kisah yang sudah dilaluinya, ada banyak tempat, banyak tokoh, kisah yang
berbeda, dan pelajaran baru yang membuatnya belajar tentang banyak hal. Bahkan
ada banyak istilah dalam bahasa-bahasa berbeda yang menjelaskan budaya dimana
Sri tinggal. Akan tetapi, selalu ada benang merah yang menjadi penyambung
antara periode kehidupan Sri yang satu dengan periode lainnya.
“... bagian kehidupan paling pendek
dari 70 tahun usia Sri, hanya lima tahun, tapi menjadi bagian paling
menyedihkan dan amat membekas hingga esok lusa dia telah pergi mengelilingi
dunia.” (pg. 205)
Cerita ini unpredictable,
pembaca tak akan bisa menebak bagaimana kisah ini berakhir, dan bagaimana satu
tokoh masa lalu yang menjadi benang merah dari kisah-kisah hidup Sri. Bang Tere
adalah penulis skenario sejarah terbaik. Sudut pandang orang ketiga yang
digunakannya, membuat Ia seolah saksi sejarah yang menyaksikan segalanya pada
masa itu. Membaca novel ini seperti mempelajari sejarah yang sangat panjang
selama berpuluh-puluh tahun, namun novel ini lebih ‘menarik’ – mengutip kata
yang selalu digunakan Thompson, Eric, dan Zaman dalam setiap kasus sulit,
seolah semua hal itu adalah petualangan yang menggiurkan. Saya bahkan mendapat
pengetahuan baru tentang makna dari “pedagang kaki lima”, luar biasa.
Novel terbitan Republika ini bukan novel religi,
tetapi nilai-nilai keislaman yang ada di dalamnya cukup kuat, diketahui melalui
perilaku tokohnya. Zaman yang diceritakan kembali tidur setelah sholat Subuh. Sri
yang memilih mencari makanan halal di London, lebih memilih laki-laki yang
beragama Islam, dan peristiwa yang terjadi pada pesantren Kyai Maksum di
Surakarta. Satu hal yang menjadi pertanyaan saya adalah mengenai keyakinan
Aimee, gadis cantik yang sepertinya akan diperistri oleh Zaman. Sungguh itu
membuat penasaran.
Membaca Tentang Kamu membuat candu dan tidak bisa
berhenti. Satu periode kehidupan Sri Ningsih seperti air dalam oase padang
pasir, yang membuat pembaca penasaran untuk mengetahuinya lagi dan lagi. Alur
maju-mundur yang digunakan Bang Tere membuat pembaca merasa seolah novel ini
hanya berisi kisah hidup Sri Ningsih, lalu kemudian ditarik lagi pada kenyataan
bahwa kisah itu hanyalah proses investigasi dalam sebuah kasus.
Berbicara tentang kekurangan novel ini, hanya sekedar
kesalahan dalam tulisan saja seperti pada halaman 207, “SPV? Ini bukan penyelidikan pajak, Eric” saya rasa itu seharusnya
nama Zaman, bukan Eric. Lalu kesalahan penulisan kata di halaman 314 dan 405.
Selain itu, hanya masalah selera pembaca yang berbeda. Setiap tulisan hanya membutuhkan pembaca yang tepat.
Karakter penulis yang low profile terlihat jelas dengan tidak adanya biodata penulis pada
halaman manapun di buku ini. Hal itu justru membuat pembaca semakin terkesan
karena tulisan-tulisannya yang jenius dan unpredictable.
Sri menangis dalam pelukan Hakan
......... Hakan membujuk istrinya, “Maka, semoga besok beban di hati terangkat
sedikit. Tidak usah banyak, sedikit saja tidak apa. Besok, besoknya lagi
biarkan waktu menyiram semua kesedihan hingga hilang tak berbekas.” (pg. 384)
Jika pembaca mengharapkan kisah romantis yang indah dari
novel ini, maka ia akan mendapatkannya. Jika pembaca mengharapkan kisah
perjuangan hidup penuh emosional dari novel ini, maka ia juga akan
mendapatkannya. Jika pembaca mengharapkan kisah “berat” penuh materi kuliah,
membaca ini tentu adalah belajar yang menyenangkan. Tentang kamu, adalah bacaan
untuk semua orang –semua kalangan usia, semua latar belakang pendidikan, dan
semua kelas sosial.
Semua novel bang tere emang ga bisa ditebak, sekali mulai membacanya bakalan terhanyut masuk kedalam cerita dan ga mau berhenti sampai tuntas ��
ReplyDeleteBahkan aku sering berharap masih ada sekumpulan kertas-kertas di halaman selanjutnya :')
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSaya hanya pernah membaca satu novel penulis yang bernama asli Darwis ini, tapi melalui resensi ini semakin menegaskan bahwa perkiraan saya tidak kalau Tere merupakan penulis yang pandai bermain alur. Resensi ini mampu membuat orang ingin berkenalan dengan Tere Liye, penjelasan yang menggantung tapi menyeluruh adalah nilai yang positif. Terimakasih, Juny!
ReplyDelete^^ Wah terimakasih Soni. Semoga selalu ada kesempatan untuk membaca novel-novel Tere Liye yang lain :)
DeleteHow great. Aku udah baca. And, khas tere liye. Jangan berandai judul 'baper' dan isinya juga 'baper'. Haha.
ReplyDeleteAhaha iya beb. Selalu penuh kejutan Bang Tere nya. Tiap-tiap tulisannya selalu bikin gabisa move on :D
Delete